Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, juga keluarga dan sahabatnya.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah Rasul terakhir yang mengemban amanah terbesar. Maka Allah subhanahu wa taala anugerahkan kepadanya para sahabat yang memiliki hati mulia, siap untuk menemani beliau dalam mengemban dakwah Islam sepenuh jiwa, raga, dan hartanya. Lalu Allah subhanahu wa taala letakkan mereka di sebuah tempat yang suci, Jazirah Arab, sebuah lembah tandus tetapi penuh berkah di sisi rumahNya yang agung yaitu Ka’bah. Semenjak itulah dakwah Islam begitu harum menyebar, hilanglah kegelapan dan sirnalah jahiliah.
Islam terus menyebar hingga keluar Jazirah Arab dalam keadaan satu, tidak berbilang dan tidak berpecah belah, semuanya merasa puas dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Namun, setelah berselang waktu dari wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tepatnya pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan radliyallahu anhu muncullah segerombolan orang-orang dungu dan sampah manusia yang dipimpin oleh seorang Yahudi licik bernama Abdullah bin Saba’ ke kota Madinah, setelah ia berletih-letih dan berpeluh selama puluhan tahun pindah dari negeri ke negeri untuk mengumpulkan orangorang tersebut. Kemudian mereka memberontak dan mengepung rumah Sang Khalifah hingga terbunuhlah beliau sebagai syahid. Itulah awal kelemahan dan percikan api perpecahan umat.
Pada masa Ali bin Abi Thalib radliyallahu anhu, permasalahan terbunuhnya Utsman radliyallahu anhu memperburuk keadaan dengan munculnya dua kelompok yang saling berlawanan. Kelompok pertama ialah Khawarij yang mengkafirkan Ali dan sebagian para sahabat. Kelompok kedua ialah Rafidhah yang mendakwahkan kenabian bahkan ketuhanan Ali radliyallahu anhu.
Pada masa tabi’in yaitu pada akhir masa khilafah bani Umayyah, muncullah bid’ah Jahmiyyah dan Musyabbihah, dan kelompok-kelompok di atas menjadi pokok-pokok firqah (kelompok sempalan) yang datang setelahnya.
Munculnya kembali wajah Islam yang murni
Ketika Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah tercampuri dengan pemahaman dan pemikiran lain, dan masuk ke dalam Islam yang bukan darinya, muncullah kelompok kelompok yang melenceng dari jalan kebenaran. Mereka semuanya mendakwahkan diri mereka sebagai penganut Islam, maka para penganut sejati Islam merasa berkewajiban memperkenalkan diri dengan nama yang membedakan mereka dengan firqah-firqah yang lainnya. Muncullah nama-nama lain yang disyariatkan untuk pemanggilan orang orang yang memeluk Islam sebenarnya, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Salafi, Firqatun Najiyah, Thaifah Manshurah.
Siapa Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Salafi, Firqatun Najiyah, dan Thaifah Manshurah? Nama-nama tersebut mengarah kepada satu makna dan pemahaman yaitu Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan yang dipraktikkan oleh para sahabatnya. Islam yang selalu mengedepankan ucapan Allah subhanahu wa taala dan RasulNya dari pada akal, Islam yang selalu mengembalikan setiap perselisihan kepada al-Qur’an dan hadits yang shahih dan Islam yang mengagungkan sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai standar pemahaman yang benar.
Dalam hadits Iftiraqul Ummah (Perpecahan Umat) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Orang orang Yahudi telah terpecah belah menjadi 71 kelompok, satu di surga dan yang 70 di neraka. Orang orang Nasrani telah terpecah belah menjadi 72 kelompok, satu di surga dan yang 71 di neraka. Demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya sesungguhnya umatku akan terpecah belah menjadi 73 kelompok, satu di surga dan 72 di neraka.” Ketika ditanya oleh para sahabatnya: “Siapa yang satu itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka adalah al-Jama’ah.”
Dalam riwayat lain “al-Jama’ah” ditafsirkan dengan: “Apa yang ada padaku dan para sahabatku.”
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak hanya mencukupkan dengan nash al Qur’an dan Hadits, tetapi harus dengan pemahaman para sahabat. Karena itu, dalam hadits Irbadh bin Sariyah radliyallahu anhu, setelah menyebutkan kondisi umat akhir zaman dengan banyaknya perselisihan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan solusi: “Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnahnya Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”
Inilah “manhaj salaf” atau “salafi” yaitu, orang-orang yang selalu berpegang teguh dengan dua wahyu, alQur’an dan asSunnah, dengan pemahaman para salafus shalih yaitu para sahabat.
Keistimewaan “Salafi”
Berikut di antara keistimewaan manhaj salaf:
1. Keistimewaan dalam penamaannya.
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah dalam kitabnya Hukmul Intimā’ ilal Firaqi wal Ahzābi wal Jamā’ātil Islāmiyyah (hlm. 21), “… Dan nama-nama yang mulia itu menyelisihi semua nama dari kelompok mana pun dari beberapa segi.” Lalu beliau menyebutkannya enam poin, di antara yang terpenting adalah:
a. Sesungguhnya ikatan walā’ (loyalitas) dan barā’ (perlepasdirian), mencintai dan membenci bagi mereka hanya terhadap Islam tidak dengan bentuk dan nama tertentu, tetapi hanya dengan al-Kitab dan as-Sunnah saja.
b. Nama-nama tersebut tidak menjadikan fanatik kepada seseorang selain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
c. Penamaan itu tidak akan mengantarkan mereka kepada perbuatan bid’ah atau maksiat, dan tidak membuat mereka fanatik terhadap seorang pun dan golongan mana pun.
2. Keautentikan sumber pengambilan hujah yang sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Semua yang pernah terjun dalam dunia firqah (kelompok sempalan), tentu ia tahu bahwa setiap ajaran mempunyai asal-usul. Luar biasanya, ajaran salaf satu satunya ajaran yang bertemu dengan Islamnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Sebutlah ajaran Tasawuf misalnya, maka setelah diselami hakikat dan tujuannya, cara ritual dan pengajarannya, kiranya dia adalah hasil perkawinan silang dari semua ajaran agama, sehingga lahirlah Tasawuf.
Begitu juga ajaran dan pemahaman filsafat dari orang-orang yang menamakan dirinya filosof Islam, seperti Ibnu Sina, al-Farabi, Ibnu Rusyd. Setelah diselami hakikat dakwah mereka maka bermuara kepada pengajaran Aristoteles, Plato, dan semisalnya dari filosof Yunani.
3. Selalu bersikap tengah-tengah
Allah subhanahu wa taala berfirman:
Dan demikianlah Kami jadikan kalian (umat Islam) sebagai umat yang tengah-tengah. (QS. alBaqarah [2]: 143)
Manhaj salaf selalu bersikap tengah-tengah dalam setiap permasalahan. Dalam masalah fiqih ia tidak jumud dan fanatik, bersamaan dengan itu ia tidak melepaskan dirinya dari para ulama dan fuqaha. Ia mempelajari mazhab sebagai sarana bukan tujuan yang akan menuntun mereka kepada sumber yang asli yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dalam masalah aqidah ia pertengahan dari semua kelompok yang menisbahkan dirinya kepada Islam.
Dalam masalah asmā’ (nama-nama) dan shifāt (sifat-sifat) Allah ia pertengahan antara Jahmiyyah dan Musyabbihah.
Dalam takdir ia pertengahan antara Qadariyyah dan Jabariyyah. Dalam janji Allah subhanahu wa taala ia pertengahan antara Murji’ah dan Wa’idiyyah.
Dalam penamaan iman ia pertengahan antara Haruriyyah dan Mu’tazilah. Dalam menyikapi sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ia pertengahan antara Rafidhah dan Khawarij.
Saatnya mengikuti manhaj salaf
Setelah jelas bagi kita akan kebenaran manhaj salaf, maka sudah saatnya kita mengikuti manhaj tersebut dan teguh di atasnya. Imam Auza’i berkata: “Teguhlah di atas sunnah! Berhentilah di tempat mereka berhenti! Ucapkanlah seperti apa yang telah mereka ucapkan! Tinggalkanlah seperti apa yang mereka tinggalkan dan tempuhlah jalan salafush shalihmu! Sesungguhnya sudah cukup bagimu apa yang telah cukup bagi mereka.”
Kita sudah bosan mendengar janji-janji gombal para aktivis partai dan ormas-ormas Islam dengan dengungan untuk mendapatkan kejayaan umat dan tegaknya hukum Allah, namun selalu mengajak kepada fanatik kelompok untuk menambah pengikut, bahkan telah banyak darah yang tertumpahkan, kehormatan yang dilecehkan, harta yang dimubazirkan, namun hanya pengorbanan yang tidak pernah membuahkan hasil.
Maka sudah saatnya kita sadar dan berpikir dewasa dengan melihat sejarah gemilangnya Islam pada zaman dahulu, karena sesungguhnya tidak akan pernah sukses umat dewasa ini melainkan dengan cara apa yang telah membuat sukses umat sebelumnya, yaitu dengan mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah melalui pemahaman para sahabat.
Jangan berputus asa karena selambat apa pun Anda berjalan di atas manhaj salaf, maka suatu hari Anda akan sampai kepada kejayaan. Dan jangan tergesagesa atau berjalan tanpa peta karena secepat apa pun Anda berjalan tetapi bukan pada jalan mereka, maka lambat laun akan sampai kepada penyesalan dan keterpurukan.
Oleh: Abu Zaid
0 Response to "Keistimewaan dan Kebenaran Manhaj Salaf"
Posting Komentar